Akhirnya aku
telah sampai pada titik terakhir di fase ini. Aku tak akan pernah melupakan
bagaimana lika-liku perjalananku dulu. Masih begitu terasa, ketika salah satu
saudara dari ibu angkatku mengatakan dengan nada yang sedikit menyindir “tidak
usah kuliah, perempuan pasti ujung-ujungnya ke dapur juga”. Padahal dia sendiri
adalah lulusan perguruan tinggi, dan dia pun tahu kalau keluarga dari pihak ibu
angkatku kebanyakan merupakan lulusan perguruan tinggi, tapi dia mengatakan itu
padaku. Perkataannya benar-benar membuatku berburuk sangka, ya, aku pun berburuk
sangka padanya, mungkin dia tidak suka jika aku melanjutkan ke perguruan
tinggi. Alasannya? Tentu karena statusku di keluarga yang hanyalah seorang anak
angkat.
Hari itu,
pertama kalinya dia membuatku menangis. Ah, aku pikir itu bukan yang pertama,
sebelumnya dia pernah membuatku menangis. Sampai kemudian aku dikuatkan oleh
saudara-saudaraku yang lain dan oleh ayah angkatku, mereka memacu semangatku
untuk tetap melanjutkan ke perguruan tinggi.
Singkatnya, aku
pun diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Bandung melalui jalur
SNMPTN. Pada saat itu aku benar-benar merasa senang karena mampu membuktikan
pada orang tuaku dan pada keluargaku yang lain bahwa aku berhasil masuk ke
perguruan tinggi negeri. Saat itu pula aku merasa bahwa aku telah berhasil membahagiakan
hati mereka.
Selama kuliah, walaupun
aku hanyalah seorang anak angkat, aku dapat merasakan bahwa meraka benar-benar
menyayangiku, mereka tidak hentinya berusaha demi membiayai kuliahku. Terutama
ibuku, dia adalah seorang wanita yang sangat tangguh. Di usia yang semakin
menua, ibuku masih bersemangat untuk mencukupi kehidupanku selama berada di
luar daerah. Satu hal yang dapat aku katakan, aku sangat mencintainya.
Aku berburuk
sangka kembali pada orang yang sama. Ya, suatu ketika dia menghubungiku,
rupanya dia mendengar bahwa ibuku berniat akan menyekolahkanku sampai S-2. Hal yang
kali ini dia katakan benar-benar telah menyakiti hatiku. Dalam pembicaraan
tersebut dengan jelas dia menegaskan padaku agar aku sadar bahwa aku hanyalah
seorang anak angkat, dan menurutnya aku seharusnya sudah sangat bersyukur bisa
disekolahkan sampai di perguruan tinggi, tidak perlu untuk melanjutkan sekolah
yang lebih tinggi lagi. Padahal itu baru sebatas niatan dari ibuku, tapi
responnya benar-benar luar biasa. Luar biasa menyakiti hatiku.
Aku mengadukan
hal tersebut pada ayah dan ibuku, kemudian mereka kembali menguatkanku. Mereka
mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena bukan dia yang akan
membiayai kuliahku, dan aku tidak akan sedikitpun membebaninya. Sekali lagi,
hanya satu hal yang dapat aku sampaikan pada mereka, aku mencintai mereka.
Pada proses
perjalanan selama kuliah, banyak orang yang telah mengisi hari-hariku. Para sahabat,
orang-orang yang ku sayang, kenangan manis dan pahit, semuanya menjadi satu. Permasalahan
yang silih berganti yang membuatku semakin mengerti arti hidup dan menghargai
kehidupan.
Pada semester akhir
perkuliahan, aku kembali diuji. Permasalahannya hanyalah permasalahan yang
manusiawi, ya, masalah cinta. Entah pada saat itu permasalahan itu rasanya
berat sekali. Mengapa permasalahan itu muncul di akhir studiku. Di saat aku
sedang membutuhkan keseriusan yang luar biasa untuk mengerjakan skripsi, Allah
mengujiku dengan permasalahan hati. Tapi aku tegaskan, aku bukan wanita lemah yang
menyerah pada perasaan. Aku bisa menempatkan posisiku sebagai apa dan siapa
pada saat yang bagaimana. Permasalahan itu sempat menghambatku beberapa minggu,
namun aku kembali teringat pada orang tuaku, mereka yang selalu mengharapkan
kebahagiaanku.
Akhirnya, karya
tulis yang penuh dengan air mata, perjuangan, dan doa itu telah selesai ku
buat. Skripsi, benar, bagiku kata-kata tadi tidak berlebihan, karena memang
banyak sekali yang terjadi selama penyusunannya.
Sekarang semuanya pada fase ini telah berakhir , perjuangan orang tuaku selama 4 tahun telah
sampai pada akhir. Aku telah menambahkan gelar di belakang namaku. Masih teringat
perkataan salah satu dosen di jurusanku, beliau mengatakan bahwa ini bukanlah
perjuanganku, tapi merupakan perjuangan orang tuaku.
Sekali lagi aku
ingin sekali mengatakan pada mereka bahwa aku sangat mencintai mereka. Terima kasih
telah menyayangiku, merawat, dan menjagaku.
Terima kasih
Allah... Engkau telah mengirimkan orang-orang yang begitu berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar