Pengertian
karakteristik yakni sifat khas yang
dimelekat pada suatu objek. Karakteristik pembelajar bahasa kedua dapat berarti
sifat yang khas yang dimiliki oleh masing-masing individu pembelajar bahasa
kedua. Perbedaan karakteristik akan berpengaruh pula pada hasil belajar bahasa
kedua bagi pembelajar tersebut.
Karakteristik pembelajar bahasa kedua dapat
dilihat dari berbagai ruang lingkup, seperti dari segi intelegensi,
kepribadian, dan sebagainya. Dalam pembahasan ini, karakteristik pembelajar
bahasa kedua tersebut meliputi
(1) usia, (2) intelegensi, (3) kepribadian, (4) emosi, (5) sikap pembelajar, (6) motivasi, (7) minat dan bakat. Di bawah ini adalah penjelasan dari pembagian karakteristik tersebut.
(1) usia, (2) intelegensi, (3) kepribadian, (4) emosi, (5) sikap pembelajar, (6) motivasi, (7) minat dan bakat. Di bawah ini adalah penjelasan dari pembagian karakteristik tersebut.
1.
Usia
Perbedaan usia pembelajar bahasa kedua
akan membedakan pula proses pembelajaran bahasa keduanya. Brown (2000) membagi
usia pembelajar bahasa kedua atau bahasa asing ke dalam tiga kelompok umur,
yakni anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Ia menyebutkan bahwa
perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa adalah masa pubertas, sedangkan
kelompok remaja ia kategorikan sebagai masa transisi dari anak-anak menuju
dewasa. Senada dengan Brown, Apeltauer (1997) juga mengelompokan usia
pembelajar berdasarkan masa pubertas, yakni sebelum dan sesudah pubertas.
a.
Anak-Anak
Pengajar perlu memperhatikan bahwa
anak-anak (hingga usia 11 tahun) masih berada dalam fase perkembangan yang
disebut oleh Piaget (1972) dengan masa operasi konkret (concrete operation),
sehingga aturan-aturan, penjelasan, serta pembicaraan lainnya mengenai bahasa
yang bersifat abstrak haruslah diberikan dengan sangat hati-hati. Anak-anak
sangat berpusat pada konteks di sini dan sekarang (here and now), yakni
memperhatikan tujuan bahasa secara fungsional. Mereka tidak seperti orang
dewasa yang sangat memperhatikan ketepatan (correctness), dan mereka
juga belum mampu untuk memahami metabahasa yang dipakai oleh orang dewasa dalam
menggambarkan dan menjelaskan konsep linguistik.
Anak-anak memang bersifat inovatif dalam
pembelajaran bahasa, namun mereka juga masih menemukan hambatan dalam proses
tersebut. Dibanding orang dewasa, anak-anak biasanya lebih sensitif terhadap
rekan seusia mereka. Hal ini dikarenakan ego mereka masih dibentuk , sehingga
cara penyampaian tertentu dapat diartikan negatif. Tugas seorang pengajar untuk
membantu siswa menghalau rintangan-rintangan tersebut, misalnya dengan
bersikjap sabar dan suportif dalam membangun self-esteem siswa,
dan sebisa mungkin menggali partisipasi oral dari para siswa, terutama siswa
yang pendiam.
b.
Remaja
Remaja
merupakan usia transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada usia 12
tahun, kapasitas intelektual diperkaya juga dengan kemampuan berpikir
operasional, sehingga persoalan yang kompleks dapat diselesaikan dengan
pemikiran logis, sehingga secara teoretis, materi linguistik yang bersifat
metabahasa sudah dapat diberikan. Rentang perhatian semakin bertambah sebagai
akibat dari kematangan intelektual, namun dengan banyaknya diversi dalam
kehidupan remaja, maka rentang ini dapat kembali berkurang dengan mudah.
Varietas input sensorik masih penting, namun meningkatnya kemampuan abstraksi
akan mengurangi esensi alamiah dari kelima indera. Faktor-faktor seperti ego,
image diri, dan self-esteem, berada di puncak. Remaja menjadi
sangat sensitif akan perspektif orang lain mengenai perubahan dirinya baik
secara fisik maupun emosional, sehingga seorang pengajar harus mampu
menjaga self-esteem mereka diantaranya dengan menghindari
mempermalukan siswa, menghargai bakat dan kekuatan setiap siswa, mentolerir kesalahan
dan kekeliruan, mengurangi kompetisi antara teman sekelas, dan mendorong
terjalinnya kerja sama dalam kelompok kecil. Siswa kelas menengah tentunya
lebih menyerupai orang dewasa dalam kemampuan mereka mengubah diversi keadaan
dari konteks di sini dan sekarang menjadi konteks komunikatif dalam membahas
aturan tata bahasa atau menerapkan kosakata.
c.
Dewasa
Orang
dewasa lebih mampu menangani aturan-aturan dan konsep-konsep abstrak. Namun,
terlalu banyak generalisasi abstrak mengenai penggunaan, serta kurangnya bahasa
yang nyata juga dapat mematikan bagi orang dewasa. Orang dewasa memiliki
rentang perhatian yang lebih tinggi meskipun saat mereka menghadapi hal yang
secara intrinsik tidak mereka sukai. Namun, usaha untuk tetap menjaga aktivitas
kelas agar menyenangkan perlu juga dilaksanakan pada saat mengajar orang
dewasa. Input sensori pada orang dewasa tidak harus selalu beragam, akan
tetapi, salah satu rahasia dari kelas orang dewasa yang hidup adalah seruan
mereka akan beragam indera (multiple sense). Orang dewasa sering kali
membawa self-esteem global ke dalam ruang kelas, sehingga
kerapuhan ego tidaklah sekritis pada anak-anak. Orang dewasa dengan kemampuan
berpikir abstrak yang lebih berkembang lebih mampu memahami sebuah segmen
bahasa yang tidak terikat konteks.
Ketiga kelompok usia ini tentunya
memiliki tingkat perolehan yang berbeda khususnya dalam pembelajaran bahasa
kedua atau bahasa asing. Pada pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing,
anak-anak unggul dalam penguasaan pelafalan serta intonasi. Hal ini dikarenakan
pada usia tersebut mereka jauh memiliki kespontanan dan tidak takut untuk
melakukan kesalahan. Sebaliknya orang dewasa cenderung untuk mengucapkan maupun
memilih kata demi kata secara hati-hati untuk menghindari kesalahan. Dalam konteks
pembelajaran di ruang kelas, Brown (2000) mengemukakan bahwa kelompok dewasa
lebih unggul dibanding kelompok anak-anak dan remaja. Hal ini dikarenakan orang
dewasa memiliki rentang perhatian (attention span) yang lebih tinggi
dibanding kedua kelompok lainnya. Anak-anak memiliki rentang perhatian yang
rendah, dan hal ini akan tampak pada saat mereka harus berhadapan dengan
hal-hal yang menurut mereka membosankan, tidak berguna, ataupun terlalu sulit,
misalnya dalam konteks belajar di ruang kelas yang menuntut mereka untuk
“serius” dalam durasi yang cukup lama.
Dibandingkan dengan anak-anak, remaja
memiliki rentang perhatian yang lebih tinggi, hal ini sesuai dengan
bertambahnya usia mereka menuju usia dewasa, namun rentang perhatian ini bisa
kembali berkurang karena sangat dipengaruhi oleh pelbagai peristiwa yang
dialami oleh remaja dalam kehidupannya.
Jika anak-anak unggul dalam bidang
fonologi, yakni dalam hal pelafalan dan intonasi, maka orang dewasa jauh lebih
unggul dalam bidang morfologi dan sintaksis, yakni dalam hal cakupan kosakata
yang dikuasainya serta penguasaan mereka akan aturan dan konsep yang abstrak,
yakni konsep yang tidak terikat dengan konteks di sini dan sekarang. Hal ini
dikarenakan orang dewasa memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi
dibanding kelompok usia lainnya.
2.
Intelegensi
(IQ)
Intelegensi
atau tingkat kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki manusia. Ada
anggapan bahwa anak dengan intelegensi tinggi pasti lebih cepat berhasil dalam
pemerolehan bahasa keduanya. Anggapan tersebut sepertinya kurang tepat, karena
menurut Gardner (1983) dalam Harras (2009: 76) intelegensi atau IQ seseorang
dibedakan ke dalam beberapa pembagian. Pembagian tersebut meliputi:
·
Kebahasaan;
·
berpikir secara logis
dan matematis;
·
spasial (kemampuan
untuk menemukan jalan pada suatu lingkungan, kemampuan untuk membentuk image
kental dari realita dan dengan cepat dapat ditransformasikan);
·
musikal (kemampuan
mengucapkan serta kemampuan menerima nada dan pola irama tertentu);
·
kinestik-badani
(ketangkasan dalam atletik, seni tari);
·
interpersonal
(kemampuan memahami orang lain, bagaimana bertenggang rasa);
·
intrapersonal (kemampuan
menginstropeksi, melihat dirinya sendiri, mengembangkan apa yang disebut sense of identity);
Dalam
kaitannya dengan kemampuan memperoleh bahasa kedua, klasifikasi Gardner sangat
membantu. Potensi kebahasaan seseorang setidaknya dapat diamati dari
intelegensi kebahasaannya sebagai masukan utamanya.
John
B. Caroll mengembangkan teori tentang empat kemampuan yang mempengaruhi
kecerdasan pembelajaran bahasa kedua. Empat kemampuan itu adalah sebagai
berikut:
1.
Phonetic Coding Ability
Kemampuan
ini berhubungan dengan kemampuan menganalisis perbedaan bunyi, menghubungkan
suatu simbol dengan bunyi tertentu, serta menguasai hubungan tersebut.
2.
Gramatical Sensitivity
Adalah kemampuan memahami fungsi gramatical dari
elemen bahasa (kata, frasa, dsb) dalam
sebuah kalimat tanpa pelatihan atau pembelajaran.
3.
Rote Learning Ability
Adalah
kemampuan mempelajari hubungan antara kata-kata di dalam suatu bahasa asing dan
artinya.
4.
Inductive Learning Ability
Adalah
kemampuan untuk menginduksi atau membutikan aturan atau rumus tertentu dalam
struktur gramatika sebuah bahasa.
Paul
Pimsleur yang terkenal dengan Pimsleur Language Learning System, dalam penelitiannya
menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan bahasa. Pimsleur
menggolongkan level-level tertentu dalam belajar bahasa sebagai indikasi
prestasi akademik secara umum seperti halnya motivasi. Dia juga menyatakan
bahwa belajar bahasa dipengaruhi oleh faktor kemampuan verbal yang
mengindikasikan kemampuan siswa dalam menguasai mekanisme belajar bahasa asing
dalam mendengarkan dan memproduksi frasa dalam sebuah bahasa asing.
Berdasarkan
pendapat para ahli diatas dapat dikatakan bahwa kecerdasan bahasa memuat
kemampuan seseorang dalam penggunaan bahasa dan kata-kata yang merupakan bawaan
baik secara lisan dan tertulis.
Setiap
individu mempunyai kapasitas kecerdasan bahasa yang berbeda dengan individu
lainnya sehingga akan mengakibatkan hasil pemerolehan bahasa kedua yang
berbeda-beda pula. Hal ini juga berkaitan dengan pendapat Gardner yang
menggolongkan kecerdasan manusia menjadi 7 macam yaitu kecerdasan musik, bodi
kinestetik, logika matematika ruang, interpersonal, dan intrapersonal. Gardner
menambahkan bahwa komposisi ketujuh kecerdasan tersebut sangat berbeda dalam
satu individu. Kecerdasan yang paling menonjol akan mendominasi
kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan suatu masalah.
Perbedan-perbedaan
individu dalam hasil pemerolehan bahasa kedua juga dibuktikan oleh berbagai
institusi bahasa di dunia yang mewajibkan tes kecerdasan bahasa sebelum para
pembelajar memasuki institusi tersebut. Dengan menggunakan berbagai instrumen
tes kecerdasan bahasa, ditemukan bahwa pembelajar yang memperoleh skor tinggi
dalam tes kecakapan bahasa akan lebih cepat dan mudah dalam belajar bahasa
dibanding dengan pembelajar yang memperoleh skor rendah.
3.
Kepribadian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) berarti cara bertingkah laku yang merupakan ciri khusus seseorang serta
hubungannya dengan orang lain di lingkungannya. Kepribadian merupakan faktor
penentu hasil belajar bahasa kedua, karena berbeda kepribadian maka berbeda
pula hasil belajarnya. Secara umum, orang menganggap bahwa orang yang memiliki
kepribadian terbuka akan lebih cepat dalam pememrolehan bahasa keduanya.
Kepribadian seseorang terbagi atas dua jenis, yaitu orang dengan kepribadian
tertutup (introvert) dan orang dengan kepribadian terbuka (ekstrovert). Berikut
ini adalah penjelasan dari dua jenis kepribadian tersebut.
a. Introvert
Introvert
berarti kepribadiannya lebih dipengaruhi oleh dunia subjektif, orientasinya tertuju ke dalam. Orang
yang memiliki kepribadian introvert ini umumnya memiliki ciri-ciri sebgai
berikut:
•
Lebih mudah
diatur dan dididik.
•
Lebih
mendisiplin diri untuk belajar dengan baik.
•
Lebih suka
melakukan tugas yang detail, mempunyai kesanggupan untuk berkonsentrasi, dan
bekerja dengan benda-benda daripada dengan orang.
•
Introvert
cenderung untuk menyendiri di kamar atau hanya mempunyai satu atau dua kawan
saja.
b. Ekstrovert
Ekstrover berarti kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh dunia objektif,
orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya
lebih banyak ditentukan oleh lingkungan.
Ciri-ciri dari orang yang berkepribadian
ekstrovert adalah sebagai berikut:
•
Biasanya
melakukan pekerjaan lebih baik jika ada hubungannya dengan orang lain.
•
Kurang dapat mendisiplin diri sendiri.
•
Ekstrovert lebih populer di sekolah dan
biasanya mereka dipilih sebagai para pemimpin.
Dibandingkan
dengan pembelajar yang introvert, pembelajar dengan kepribadian yang ekstrovert
akan lebih banyak memperoleh bahasa keduanya karena lebih banyak bergaul dan
berinteraksi.
4 4. Emosi
Emosi
secara umum dapat dikatakan sebagai perasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia emosi dapat diartikan sebagai persaan batin yang kuat atau keadaan
dan reaksi psikologis dan psikologis seperti kegembiraan, keharusan, kecintaan
yang bersifat subjektif. Goleman
(1999) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan biologis
dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak.
Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaitu:
·
Emosi positif (emosi
yang menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang
yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan
sebagainya.
·
Emosi negatif (emosi
yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada
orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut, dan
sebagainya.
Setiap
individu pembelajar tentunya memmiliki emosi yang berbeda-beda. Emosi seorang
pembelajar khususnya pembelajar bahasa kedua akan sangat mempengaruhi hasil
belajar bahasa keduanya. Emosi positif dapat membantu pembelajar dalam
mempercepat belajar bahasa keduanya dan mendapatkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan pembelajar yang memiliki emosi negatif. Pembelajar dengan
emosi degatif akan memperlambat dalam proses belajar bahasa keduanya atau
bahkan dapat menghentikannya sama sekali.
5 5. Sikap Pembelajar
Setiap
pembelajar bahasa kedua memiliki sikap yang berbeda terhadap bahasa kedua yang
dipelajarinya. Ada pembelajar yang bersikap positif terhadap suatu bahasa ada
pula yang bersikap negatif. Sikap dapat diartikan sebagai perbuatan yang
didasarkan pada pendirian atau keyakinan (KBBI). Sikap pembelajar tehadap
bahasa kedua tentunya sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Secara garis
besar sikap pembelajar terhadap bahasa keduanya dapat dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu sikap positif dan sikap negatif.
a.
Sikap
Positif
Pembelajar
dengan sikap positif menganggap bahwa bahasa kedua yang dipelajarinya ini
bermanfaat bagi dirinya. Hal ini akan membantu dalam proses pembelajaran bahasa
keduanya.
b.
Sikap
Negatif
Pembelajar
dengan sikap negatif beranggapan bahwa bahasa keduanya itu merupakan bahasa
yang tidak memiliki manfaat apapun di dalam kehidupannya, serta tidak memiliki
prestise. Pembelajar dengan sikap negatif tidak akan berhasil dalam memperoleh
bahasa keduanya. Proses pembelajarannya pun cenderung tidak akan berjalan.
6 6. Motivasi
Motivasi
adalah unsur yang sangat penting untuk belajar. Jika tidak ada motivasi, proses
pembelajaran sepertinya akan kurang berhasil. Motivasi merupakan faktor
internal yang mempengaruhi perbedaan individu dalam pemerolehan bahasa kedua. Motivasi erat hubungannya dengan prestasi atau
pemerolehan belajar. Para pembelajar akan memperoleh prestasi belajar sesuai
dengan motif yang dimilikinya.
Motivasi berasal dari kata "motif" yang dapat
didefinisikan sebagai daya internal dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan
tertentu dalam mencapai suatu tujuan. James O. Whittaker mendefinisikan
motivasi sebagai kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi
dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan
motivasi tersebut.
Definisi motivasi menurut kaum behavioristik dalam
Broun (2001: 73) adalah suatu kekuatan antisipasi. Di mana kekuatan ini
diperlukan bagi pembalajar dalam proses belajar yang akan mengarahkan
pembelajar atas tujuan dan usaha yang dilakukannya.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan para ahli di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah hubungan antara daya internal
dan aspek tujuan. Di mana daya internal tersebut akan memberi corak atau arah
suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu contoh dalam mempelajari
bahasa kedua para pembelajar mempunyai dorongan atau motivasi tertentu misalnya
ingin memperoleh prestise tersendiri dalam lingkungannya. Motivasi ini akan
mengarahkan pembelajaran hanya sebatas penguasaan bahasa asing bukan mengarah
pada pembelajaran yang berorientasi pada penutur dan budaya aslinya. Berbeda
jika pembelajar mempunyai motivasi yang berupa kebutuhan komunikatif karena ia
akan hidup dilingkungan asli bahasa kedua tersebut maka akan mengarahkan
pembelajar yang berorientasi pada penutur dan budaya aslinya.
Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa kedua, Finegan
(2004:560) membagi motivasi pembelajaran bahasa kedua yaitu integratif dan
motivasi instrumental.
a. Motivasi Integratif
Adalah
motivasi yang timbul karena adanya tujuan menguasai bahasa kedua untuk
kepentingan bahasa itu sendiri, yang mengakibatkan hasil belajar yang
benar-benar terintegrasi berupa penguasaan bahasa kedua tersebut secara
menyeruluh sesuai dengan penutur dan budaya aslinya.
Motivasi ini timbul karena
adanya desakan komunikatif karena individu yang bersangkutan (pembelajarannya)
tinggal/berinteraksi langsung di masyarakat yang berkomunikasi dengan bahasa
kedua tersebut. Misalnya, seorang warga negara Amerika Serikat menikah dengan
wanita asli Indonesia, kemudian warga negara Amerika Serikat tersebut harus
tinggal di Indonesia, sehingga mau tidak mau ia harus belajar bahasa Indonesia.
Maka warga amerika tersebut dalam belajar bahasa Indonesia dikatakan mempunyai
motivasi integral.
b.
Motivasi Instrumental
Motivasi
instrumental adalah motivasi belajar bahasa kedua untuk mencapai tujuan
tertentu. Misalnya mencari pekerjaan, agar lulus ujian, dll. Motivasi ini hanya
memerlukan sedikit rangsangan dari hari untuk belajar bahasa kedua tanpa
berhubungan dengan masyarakat / komunitas bahasa secara langsung. Misalnya
seorang suswa SLTP yang belajar bahasa Inggris karena ingin memperoleh nilai ujian
yang bagus. Siswa tersebut dapat mempelajari bahasa Inggris dari buku-buku,
pelajaran, dan dari film atau lagu-lagu yang menggunakan bahasa Inggris.
Motivasi
belajar peserta didik dapat diamati dari beberapa indikator:
• Ketekunan dalam belajar
• Keseringan belajar
• Komitmennya dalam memenuhi
tugas-tugas
• Frekuennsi kehadiran
Cara
Untuk Memotivasi Pembelajar B2:
• Jangan segan-segan
memberikan pujian kepada pembelajar yang melakukan sesuatu dengan baik meskipun hal itu tidak begitu berarti.
• Kurangilah kecaman atau
kritik yang dapat mematikan motivasi pembelajar.
• Menciptakan persaingan yang
sehat di antara pembelajar.
• Menciptakan kerjasama antara
pembelajar.
• Berikan umpan balik kepada pembelajar atas hasil pekerjaannya.
7 7. Minat dan Bakat
Menurut
KBBI, minat memiliki arti kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.
Sedangkan bakat adalah dasar kepandaian, sifat yang dibawa dari lahir. Seseorang
yang memiliki bakat pada bidang kebahasaan tentunya akan memiliki minat pada
bidang kebahasaan. Bakat seseorang akan sangat membantu dalam keberhasilan pada
bidang yang disukainya. Namun, tanpa bakat pun seseorang mampu berhasil
mencapai apa yang diharapkannya pada bidang tertentu, asalkan seseorang itu
memiliki ketertarikan atau minat yang tinggi pada bidang tersebut. Orang yang
memiliki minat belajar bahasa kedua tetapi tidak memiliki bakat, kemampuan
pemerolehan bahasa keduanya tentu bisa sama dengan orang yang memiliki bakat,
hanya saja mereka harus belajar lebih keras untuk belajar bahasa.
Bakat bahasa secara tradisional didefinisikan sebagai
kemampuan untuk berhasil dalam belajat bahasa asing berdasarkan pengajaran atau
pengalaman. Penelitian yang berkaitan dengan bakat berlanjut terus untuk
mendukung empat hipotesis berikut.
1.
Bakat bahasa adalah stabil secara
tipikal, dan tidak renta pada pelatihan jangka pendek.
2. Bakat terdiri dari
beberapa kemampuan kognitif yang berbeda (seperti kemampuan penanda
fonemik, kepekaan gramatika, alur kemampuan mengingat dan kemampuan belajar
induktif bahasa).
3. Bakat adalah
independen secara parsial dari kemampuan kognitif lain sebagaimana
intelegensi umum.
4.
Bakat secara umum memiliki korelasi
tinggi dan konsisten dengan profisiensi bahasa
kedua, diperoleh secara formal dan informal,
daripada perbedaan variabel kepemilikan
individual lain semacam gaya kognitif dan
personalitas.
Pimsleur membedakan tiga komponen bakat bahasa yaitu
(1) inteligensi verbal, (2) motivasi, dan (3) kemampuan mendengar (auditori).
Inteligensi verbal mencakup dua hal yaitu pengetahuan tentang kosa kata dan
kemampuan bernalar secara analitik tentang materi verbal. Motivasi berkaitan
dengan kekuatan, keinginan yang merupakan faktor independen dalam belajar
bahasa kedua. Kemampuan auditori adalah kemampuan mengidentifikasi faktor
tunggal yang tersembunyi pada inti kemampuan belajar bahasa kedua yang secara
independen berhubungan dengan inteligensi dan motivasi.
mbk, boleh minta daftar rujukannya?
BalasHapuskirim d emailku dunk...
d.niana89@gmail.com
mkasih mbak...
boleh, skrg aku kirim. nanti cek aja ya...
Hapusmbak ak boleh minta daftar rujukannya juga?
BalasHapusemail ku : sha_neey@yahoo.com
makasih mbak :)
saya nak jugak ... rujukanya
BalasHapusni email saya deensyam@gmail.com
tq mbak
buat yang tanya daftar pustaka,ini rujukannya... semoga bermanfaat... ^_^
BalasHapus- Harras, Kholid A. dan Andika Dutha Bachari. 2009. Dasar-Dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI Press.
- Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
- Imron Rosidi. (2009). Kajian Bahasa. [online]. Tersedia: http://guru-umarbakri.blogspot.com/2009/05/kajian-bahasa.html. [2 November 2011].
- Irma Pematawati. (2009). Pengajaran Bahasa Asing dan Usia Pembelajar. [online]. Tersedia: http://jerman.upi.edu. [2 November 2011].
- Iva Geje. (2011). Pengertian Karakteristik Tafsir. [online]. Tersedia: http://blog.uin-malang.ac.id/ivageje/2011/01/01/pengertian-karakteristik-tafsir/. [2 November 2011]
- Rio Yonatan. Learning Aptitited. [online]. Tersedia: http://en.netlog.com/rioyonatan/blog. [2 November 2011].
Buktikan bahwa umur,kepribadian, dan motivasi memengaruhi pemerolehan bahasa kedua! Dan berikan contoh secara konkret sesuai umur
BalasHapus