catatan-catatan kecil tentang pengetahuan dan perasaan...

Senin, 05 Maret 2012

Karakteristik Pembelajar Bahasa Kedua


Pengertian karakteristik yakni sifat khas yang dimelekat pada suatu objek. Karakteristik pembelajar bahasa kedua dapat berarti sifat yang khas yang dimiliki oleh masing-masing individu pembelajar bahasa kedua. Perbedaan karakteristik akan berpengaruh pula pada hasil belajar bahasa kedua bagi pembelajar tersebut.
 Karakteristik pembelajar bahasa kedua dapat dilihat dari berbagai ruang lingkup, seperti dari segi intelegensi, kepribadian, dan sebagainya. Dalam pembahasan ini, karakteristik pembelajar bahasa kedua tersebut meliputi
(1) usia, (2) intelegensi, (3) kepribadian, (4) emosi, (5) sikap pembelajar, (6) motivasi, (7) minat dan bakat. Di bawah ini adalah penjelasan dari pembagian karakteristik tersebut.
1.        Usia
Perbedaan usia pembelajar bahasa kedua akan membedakan pula proses pembelajaran bahasa keduanya. Brown (2000) membagi usia pembelajar bahasa kedua atau bahasa asing ke dalam tiga kelompok umur, yakni anak-anak, remaja, dan orang dewasa.  Ia menyebutkan bahwa perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa adalah masa pubertas, sedangkan kelompok remaja ia kategorikan sebagai masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Senada dengan Brown, Apeltauer (1997) juga mengelompokan usia pembelajar berdasarkan masa pubertas, yakni sebelum dan sesudah pubertas.
a.         Anak-Anak
Pengajar perlu memperhatikan bahwa anak-anak (hingga usia 11 tahun) masih berada dalam fase perkembangan yang disebut oleh Piaget (1972) dengan masa operasi konkret (concrete operation), sehingga aturan-aturan, penjelasan, serta pembicaraan lainnya mengenai bahasa yang bersifat abstrak haruslah diberikan dengan sangat hati-hati. Anak-anak sangat berpusat pada konteks di sini dan sekarang (here and now), yakni memperhatikan tujuan bahasa secara fungsional. Mereka tidak seperti orang dewasa yang sangat memperhatikan ketepatan (correctness), dan mereka juga belum mampu untuk memahami metabahasa yang dipakai oleh orang dewasa dalam menggambarkan dan menjelaskan konsep linguistik.             
Anak-anak memang bersifat inovatif dalam pembelajaran bahasa, namun mereka juga masih menemukan hambatan dalam proses tersebut. Dibanding orang dewasa, anak-anak biasanya lebih sensitif terhadap rekan seusia mereka. Hal ini dikarenakan ego mereka masih dibentuk , sehingga cara penyampaian tertentu dapat diartikan negatif. Tugas seorang pengajar untuk membantu siswa menghalau rintangan-rintangan tersebut, misalnya dengan bersikjap sabar dan suportif dalam membangun self-esteem siswa, dan sebisa mungkin menggali partisipasi oral dari para siswa, terutama siswa yang pendiam.

b.        Remaja
Remaja merupakan usia transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada usia 12 tahun, kapasitas intelektual diperkaya juga dengan kemampuan berpikir operasional, sehingga persoalan yang kompleks dapat diselesaikan dengan pemikiran logis, sehingga secara teoretis, materi linguistik yang bersifat metabahasa sudah dapat diberikan. Rentang perhatian semakin bertambah sebagai akibat dari kematangan intelektual, namun dengan banyaknya diversi dalam kehidupan remaja, maka rentang ini dapat kembali berkurang dengan mudah. Varietas input sensorik masih penting, namun meningkatnya kemampuan abstraksi akan mengurangi esensi alamiah dari kelima indera. Faktor-faktor seperti ego, image diri, dan self-esteem, berada di puncak. Remaja menjadi sangat sensitif akan perspektif orang lain mengenai perubahan dirinya baik secara fisik maupun emosional, sehingga seorang pengajar harus mampu menjaga self-esteem mereka diantaranya dengan menghindari mempermalukan siswa, menghargai bakat dan kekuatan setiap siswa, mentolerir kesalahan dan kekeliruan, mengurangi kompetisi antara teman sekelas, dan mendorong terjalinnya kerja sama dalam kelompok kecil. Siswa kelas menengah tentunya lebih menyerupai orang dewasa dalam kemampuan mereka mengubah diversi keadaan dari konteks di sini dan sekarang menjadi konteks komunikatif dalam membahas aturan tata bahasa atau menerapkan kosakata.

c.         Dewasa
Orang dewasa lebih mampu menangani aturan-aturan dan konsep-konsep abstrak. Namun, terlalu banyak generalisasi abstrak mengenai penggunaan, serta kurangnya bahasa yang nyata juga dapat mematikan bagi orang dewasa. Orang dewasa memiliki rentang perhatian yang lebih tinggi meskipun saat mereka menghadapi hal yang secara intrinsik tidak mereka sukai. Namun, usaha untuk tetap menjaga aktivitas kelas agar menyenangkan perlu juga dilaksanakan pada saat mengajar orang dewasa.  Input sensori pada orang dewasa tidak harus selalu beragam, akan tetapi, salah satu rahasia dari kelas orang dewasa yang hidup adalah seruan mereka akan beragam indera (multiple sense). Orang dewasa sering kali membawa self-esteem global ke dalam ruang kelas, sehingga kerapuhan ego tidaklah sekritis pada anak-anak. Orang dewasa dengan kemampuan berpikir abstrak yang lebih berkembang lebih mampu memahami sebuah segmen bahasa yang tidak terikat konteks.
Ketiga kelompok usia ini tentunya memiliki tingkat perolehan yang berbeda khususnya dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Pada pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing, anak-anak unggul dalam penguasaan pelafalan serta intonasi. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut mereka jauh memiliki kespontanan dan tidak takut untuk melakukan kesalahan. Sebaliknya orang dewasa cenderung untuk mengucapkan maupun memilih kata demi kata secara hati-hati untuk menghindari kesalahan. Dalam konteks pembelajaran di ruang kelas, Brown (2000) mengemukakan bahwa kelompok dewasa lebih unggul dibanding kelompok anak-anak dan remaja. Hal ini dikarenakan orang dewasa memiliki rentang perhatian (attention span) yang lebih tinggi dibanding kedua kelompok lainnya. Anak-anak memiliki rentang perhatian yang rendah, dan hal ini akan tampak pada saat mereka harus berhadapan dengan hal-hal yang menurut mereka membosankan, tidak berguna, ataupun terlalu sulit, misalnya dalam konteks belajar di ruang kelas yang menuntut mereka untuk “serius” dalam durasi yang cukup lama.
Dibandingkan dengan anak-anak, remaja memiliki rentang perhatian yang lebih tinggi, hal ini sesuai dengan bertambahnya usia mereka menuju usia dewasa, namun rentang perhatian ini bisa kembali berkurang karena sangat dipengaruhi oleh pelbagai peristiwa yang dialami oleh remaja dalam kehidupannya.        
Jika anak-anak unggul dalam bidang fonologi, yakni dalam hal pelafalan dan intonasi, maka orang dewasa jauh lebih unggul dalam bidang morfologi dan sintaksis, yakni dalam hal cakupan kosakata yang dikuasainya serta penguasaan mereka akan aturan dan konsep yang abstrak, yakni konsep yang tidak terikat dengan konteks di sini dan sekarang. Hal ini dikarenakan orang dewasa memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi dibanding kelompok usia lainnya.

2.        Intelegensi (IQ)
Intelegensi atau tingkat kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki manusia. Ada anggapan bahwa anak dengan intelegensi tinggi pasti lebih cepat berhasil dalam pemerolehan bahasa keduanya. Anggapan tersebut sepertinya kurang tepat, karena menurut Gardner (1983) dalam Harras (2009: 76) intelegensi atau IQ seseorang dibedakan ke dalam beberapa pembagian. Pembagian tersebut meliputi:
·         Kebahasaan;
·         berpikir secara logis dan matematis;
·         spasial (kemampuan untuk menemukan jalan pada suatu lingkungan, kemampuan untuk membentuk image kental dari realita dan dengan cepat dapat ditransformasikan);
·         musikal (kemampuan mengucapkan serta kemampuan menerima nada dan pola irama tertentu);
·         kinestik-badani (ketangkasan dalam atletik, seni tari);
·         interpersonal (kemampuan memahami orang lain, bagaimana bertenggang rasa);
·         intrapersonal (kemampuan menginstropeksi, melihat dirinya sendiri, mengembangkan apa yang disebut sense of identity);
Dalam kaitannya dengan kemampuan memperoleh bahasa kedua, klasifikasi Gardner sangat membantu. Potensi kebahasaan seseorang setidaknya dapat diamati dari intelegensi kebahasaannya sebagai masukan utamanya.
John B. Caroll mengembangkan teori tentang empat kemampuan yang mempengaruhi kecerdasan pembelajaran bahasa kedua. Empat kemampuan itu adalah sebagai berikut:
1.      Phonetic Coding Ability 
Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan menganalisis perbedaan bunyi, menghubungkan suatu simbol dengan bunyi tertentu, serta menguasai hubungan tersebut. 
2.      Gramatical Sensitivity 
Adalah kemampuan memahami fungsi gramatical dari elemen bahasa (kata, frasa, dsb) dalam sebuah kalimat tanpa pelatihan atau pembelajaran.
3.      Rote Learning Ability 
Adalah kemampuan mempelajari hubungan antara kata-kata di dalam suatu bahasa asing dan artinya. 
4.      Inductive Learning Ability 
Adalah kemampuan untuk menginduksi atau membutikan aturan atau rumus tertentu dalam struktur gramatika sebuah bahasa.
Paul Pimsleur yang terkenal dengan Pimsleur Language Learning System, dalam penelitiannya menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan bahasa. Pimsleur menggolongkan level-level tertentu dalam belajar bahasa sebagai indikasi prestasi akademik secara umum seperti halnya motivasi. Dia juga menyatakan bahwa belajar bahasa dipengaruhi oleh faktor kemampuan verbal yang mengindikasikan kemampuan siswa dalam menguasai mekanisme belajar bahasa asing dalam mendengarkan dan memproduksi frasa dalam sebuah bahasa asing. 
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat dikatakan bahwa kecerdasan bahasa memuat kemampuan seseorang dalam penggunaan bahasa dan kata-kata yang merupakan bawaan baik secara lisan dan tertulis. 
Setiap individu mempunyai kapasitas kecerdasan bahasa yang berbeda dengan individu lainnya sehingga akan mengakibatkan hasil pemerolehan bahasa kedua yang berbeda-beda pula. Hal ini juga berkaitan dengan pendapat Gardner yang menggolongkan kecerdasan manusia menjadi 7 macam yaitu kecerdasan musik, bodi kinestetik, logika matematika ruang, interpersonal, dan intrapersonal. Gardner menambahkan bahwa komposisi ketujuh kecerdasan tersebut sangat berbeda dalam satu individu. Kecerdasan yang paling menonjol akan mendominasi kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan suatu masalah. 
Perbedan-perbedaan individu dalam hasil pemerolehan bahasa kedua juga dibuktikan oleh berbagai institusi bahasa di dunia yang mewajibkan tes kecerdasan bahasa sebelum para pembelajar memasuki institusi tersebut. Dengan menggunakan berbagai instrumen tes kecerdasan bahasa, ditemukan bahwa pembelajar yang memperoleh skor tinggi dalam tes kecakapan bahasa akan lebih cepat dan mudah dalam belajar bahasa dibanding dengan pembelajar yang memperoleh skor rendah. 

3.        Kepribadian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti cara bertingkah laku yang merupakan ciri khusus seseorang serta hubungannya dengan orang lain di lingkungannya. Kepribadian merupakan faktor penentu hasil belajar bahasa kedua, karena berbeda kepribadian maka berbeda pula hasil belajarnya. Secara umum, orang menganggap bahwa orang yang memiliki kepribadian terbuka akan lebih cepat dalam pememrolehan bahasa keduanya. Kepribadian seseorang terbagi atas dua jenis, yaitu orang dengan kepribadian tertutup (introvert) dan orang dengan kepribadian terbuka (ekstrovert). Berikut ini adalah penjelasan dari dua jenis kepribadian tersebut.
a.    Introvert
Introvert berarti kepribadiannya lebih dipengaruhi oleh dunia subjektif, orientasinya tertuju ke dalam. Orang yang memiliki kepribadian introvert ini umumnya memiliki ciri-ciri sebgai berikut:
      Lebih mudah diatur dan dididik.
      Lebih mendisiplin diri untuk belajar dengan baik.
      Lebih suka melakukan tugas yang detail, mempunyai kesanggupan untuk berkonsentrasi, dan bekerja dengan  benda-benda daripada dengan orang.
      Introvert cenderung untuk menyendiri di kamar atau hanya mempunyai satu atau dua kawan saja.
b.   Ekstrovert
Ekstrover berarti kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh dunia objektif, orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya lebih banyak ditentukan oleh lingkungan.
Ciri-ciri dari orang yang berkepribadian ekstrovert adalah sebagai berikut:
      Biasanya melakukan pekerjaan lebih baik jika ada hubungannya dengan orang lain.
       Kurang dapat mendisiplin diri sendiri.
       Ekstrovert lebih populer di sekolah dan biasanya mereka dipilih sebagai para pemimpin.
Dibandingkan dengan pembelajar yang introvert, pembelajar dengan kepribadian yang ekstrovert akan lebih banyak memperoleh bahasa keduanya karena lebih banyak bergaul dan berinteraksi.

4     4.      Emosi 
Emosi secara umum dapat dikatakan sebagai perasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia emosi dapat diartikan sebagai persaan batin yang kuat atau keadaan dan reaksi psikologis dan psikologis seperti kegembiraan, keharusan, kecintaan yang bersifat subjektif. Goleman (1999) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaitu:
·         Emosi positif (emosi yang menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya.
·         Emosi negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut, dan sebagainya.
Setiap individu pembelajar tentunya memmiliki emosi yang berbeda-beda. Emosi seorang pembelajar khususnya pembelajar bahasa kedua akan sangat mempengaruhi hasil belajar bahasa keduanya. Emosi positif dapat membantu pembelajar dalam mempercepat belajar bahasa keduanya dan mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajar yang memiliki emosi negatif. Pembelajar dengan emosi degatif akan memperlambat dalam proses belajar bahasa keduanya atau bahkan dapat menghentikannya sama sekali.

5    5.      Sikap Pembelajar
Setiap pembelajar bahasa kedua memiliki sikap yang berbeda terhadap bahasa kedua yang dipelajarinya. Ada pembelajar yang bersikap positif terhadap suatu bahasa ada pula yang bersikap negatif. Sikap dapat diartikan sebagai perbuatan yang didasarkan pada pendirian atau keyakinan (KBBI). Sikap pembelajar tehadap bahasa kedua tentunya sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Secara garis besar sikap pembelajar terhadap bahasa keduanya dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu sikap positif dan sikap negatif.
a.      Sikap Positif
Pembelajar dengan sikap positif menganggap bahwa bahasa kedua yang dipelajarinya ini bermanfaat bagi dirinya. Hal ini akan membantu dalam proses pembelajaran bahasa keduanya.

b.      Sikap Negatif
Pembelajar dengan sikap negatif beranggapan bahwa bahasa keduanya itu merupakan bahasa yang tidak memiliki manfaat apapun di dalam kehidupannya, serta tidak memiliki prestise. Pembelajar dengan sikap negatif tidak akan berhasil dalam memperoleh bahasa keduanya. Proses pembelajarannya pun cenderung tidak akan berjalan.

6   6.      Motivasi
Motivasi adalah unsur yang sangat penting untuk belajar. Jika tidak ada motivasi, proses pembelajaran sepertinya akan kurang berhasil. Motivasi merupakan faktor internal yang mempengaruhi perbedaan individu dalam pemerolehan bahasa kedua. Motivasi erat hubungannya dengan prestasi atau pemerolehan belajar. Para pembelajar akan memperoleh prestasi belajar sesuai dengan motif yang dimilikinya. 
Motivasi berasal dari kata "motif" yang dapat didefinisikan sebagai daya internal dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu dalam mencapai suatu tujuan. James O. Whittaker mendefinisikan motivasi sebagai kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan motivasi tersebut.  Definisi motivasi menurut kaum behavioristik dalam Broun (2001: 73) adalah suatu kekuatan antisipasi. Di mana kekuatan ini diperlukan bagi pembalajar dalam proses belajar yang akan mengarahkan pembelajar atas tujuan dan usaha yang dilakukannya. 
Dari berbagai definisi yang dikemukakan para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah hubungan antara daya internal dan aspek tujuan. Di mana daya internal tersebut akan memberi corak atau arah suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu contoh dalam mempelajari bahasa kedua para pembelajar mempunyai dorongan atau motivasi tertentu misalnya ingin memperoleh prestise tersendiri dalam lingkungannya. Motivasi ini akan mengarahkan pembelajaran hanya sebatas penguasaan bahasa asing bukan mengarah pada pembelajaran yang berorientasi pada penutur dan budaya aslinya. Berbeda jika pembelajar mempunyai motivasi yang berupa kebutuhan komunikatif karena ia akan hidup dilingkungan asli bahasa kedua tersebut maka akan mengarahkan pembelajar yang berorientasi pada penutur dan budaya aslinya. 
Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa kedua, Finegan (2004:560) membagi motivasi pembelajaran bahasa kedua yaitu integratif dan motivasi instrumental.

a.      Motivasi Integratif 
Adalah motivasi yang timbul karena adanya tujuan menguasai bahasa kedua untuk kepentingan bahasa itu sendiri, yang mengakibatkan hasil belajar yang benar-benar terintegrasi berupa penguasaan bahasa kedua tersebut secara menyeruluh sesuai dengan penutur dan budaya aslinya.
Motivasi ini timbul karena adanya desakan komunikatif karena individu yang bersangkutan (pembelajarannya) tinggal/berinteraksi langsung di masyarakat yang berkomunikasi dengan bahasa kedua tersebut. Misalnya, seorang warga negara Amerika Serikat menikah dengan wanita asli Indonesia, kemudian warga negara Amerika Serikat tersebut harus tinggal di Indonesia, sehingga mau tidak mau ia harus belajar bahasa Indonesia. Maka warga amerika tersebut dalam belajar bahasa Indonesia dikatakan mempunyai motivasi integral.

b.      Motivasi Instrumental 
Motivasi instrumental adalah motivasi belajar bahasa kedua untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya mencari pekerjaan, agar lulus ujian, dll. Motivasi ini hanya memerlukan sedikit rangsangan dari hari untuk belajar bahasa kedua tanpa berhubungan dengan masyarakat / komunitas bahasa secara langsung. Misalnya seorang suswa SLTP yang belajar bahasa Inggris karena ingin memperoleh nilai ujian yang bagus. Siswa tersebut dapat mempelajari bahasa Inggris dari buku-buku, pelajaran, dan dari film atau lagu-lagu yang menggunakan bahasa Inggris.
 Motivasi belajar peserta didik dapat diamati dari beberapa indikator:
     Ketekunan dalam belajar
     Keseringan belajar
     Komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas
     Frekuennsi kehadiran
            Cara Untuk Memotivasi Pembelajar B2:
      Jangan segan-segan memberikan pujian kepada pembelajar yang melakukan sesuatu dengan baik meskipun hal itu tidak begitu berarti.
      Kurangilah kecaman atau kritik yang dapat mematikan motivasi pembelajar.
      Menciptakan persaingan yang sehat di antara pembelajar.
      Menciptakan kerjasama antara pembelajar.
      Berikan umpan balik kepada pembelajar atas hasil pekerjaannya.

7    7.      Minat dan Bakat
Menurut KBBI, minat memiliki arti kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Sedangkan bakat adalah dasar kepandaian, sifat yang dibawa dari lahir. Seseorang yang memiliki bakat pada bidang kebahasaan tentunya akan memiliki minat pada bidang kebahasaan. Bakat seseorang akan sangat membantu dalam keberhasilan pada bidang yang disukainya. Namun, tanpa bakat pun seseorang mampu berhasil mencapai apa yang diharapkannya pada bidang tertentu, asalkan seseorang itu memiliki ketertarikan atau minat yang tinggi pada bidang tersebut. Orang yang memiliki minat belajar bahasa kedua tetapi tidak memiliki bakat, kemampuan pemerolehan bahasa keduanya tentu bisa sama dengan orang yang memiliki bakat, hanya saja mereka harus belajar lebih keras untuk belajar bahasa.
Bakat bahasa secara tradisional didefinisikan sebagai kemampuan untuk berhasil dalam belajat bahasa asing berdasarkan pengajaran atau pengalaman. Penelitian yang berkaitan dengan bakat berlanjut terus untuk mendukung empat hipotesis berikut.
1.      Bakat bahasa adalah stabil secara tipikal, dan tidak renta pada pelatihan jangka pendek.
2.    Bakat  terdiri  dari beberapa kemampuan kognitif yang berbeda (seperti kemampuan      penanda fonemik, kepekaan gramatika, alur kemampuan mengingat dan kemampuan belajar induktif bahasa).
3.  Bakat  adalah  independen secara parsial dari kemampuan kognitif lain sebagaimana      intelegensi umum.
4.      Bakat secara umum memiliki korelasi tinggi dan konsisten dengan profisiensi bahasa      kedua, diperoleh secara formal dan informal, daripada perbedaan variabel kepemilikan      individual lain semacam gaya kognitif dan personalitas.
Pimsleur membedakan tiga komponen bakat bahasa yaitu (1) inteligensi verbal, (2) motivasi, dan (3) kemampuan mendengar (auditori). Inteligensi verbal mencakup dua hal yaitu pengetahuan tentang kosa kata dan kemampuan bernalar secara analitik tentang materi verbal. Motivasi berkaitan dengan kekuatan, keinginan yang merupakan faktor independen dalam belajar bahasa kedua. Kemampuan auditori adalah kemampuan mengidentifikasi faktor tunggal yang tersembunyi pada inti kemampuan belajar bahasa kedua yang secara independen berhubungan dengan inteligensi dan motivasi.

6 komentar:

  1. mbk, boleh minta daftar rujukannya?
    kirim d emailku dunk...
    d.niana89@gmail.com
    mkasih mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. boleh, skrg aku kirim. nanti cek aja ya...

      Hapus
  2. mbak ak boleh minta daftar rujukannya juga?
    email ku : sha_neey@yahoo.com
    makasih mbak :)

    BalasHapus
  3. saya nak jugak ... rujukanya
    ni email saya deensyam@gmail.com
    tq mbak

    BalasHapus
  4. buat yang tanya daftar pustaka,ini rujukannya... semoga bermanfaat... ^_^

    - Harras, Kholid A. dan Andika Dutha Bachari. 2009. Dasar-Dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI Press.

    - Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

    - Imron Rosidi. (2009). Kajian Bahasa. [online]. Tersedia: http://guru-umarbakri.blogspot.com/2009/05/kajian-bahasa.html. [2 November 2011].

    - Irma Pematawati. (2009). Pengajaran Bahasa Asing dan Usia Pembelajar. [online]. Tersedia: http://jerman.upi.edu. [2 November 2011].

    - Iva Geje. (2011). Pengertian Karakteristik Tafsir. [online]. Tersedia: http://blog.uin-malang.ac.id/ivageje/2011/01/01/pengertian-karakteristik-tafsir/. [2 November 2011]

    - Rio Yonatan. Learning Aptitited. [online]. Tersedia: http://en.netlog.com/rioyonatan/blog. [2 November 2011].

    BalasHapus
  5. Buktikan bahwa umur,kepribadian, dan motivasi memengaruhi pemerolehan bahasa kedua! Dan berikan contoh secara konkret sesuai umur

    BalasHapus